INDOKOM NEWS | Malam itu, hujan deras disertai gemuruh tanah longsor memecah keheningan Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deliserdang,Sumatera Utara.
Jeritan dan tangis bersahut-sahutan di tengah gelap. Longsor yang terjadi pada 26 November 2024 itu setidaknya menghancurkan sepuluh rumah, menewaskan seorang warga, Roswita br Tarigan (67). Desa kecil di Kecamatan Sibolangit itu kini berselimut duka.
Di tengah reruntuhan dan isak tangis, Tengteng Ginting, anak Roswita, berdiri mematung.“Bu, kenapa engkau pergi begitu cepat?” bisiknya lirih. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menangisi kehancuran yang menimpa hidupnya.
Tiga hari setelah bencana, sebuah konvoi kendaraan mendekat ke desa itu. Organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Sumut datang membawa harapan. Dipimpin oleh Samsul Tarigan dan Rukun Sembiring, mereka hadir dengan mobil berisi sembako, pakaian, dan bantuan lain.
Namun, yang lebih menyentuh hati adalah kehadiran mereka yang membawa pelukan dan kata-kata penghiburan. Samsul Tarigan menggenggam tangan Tengteng dengan lembut. “Kami tahu ini tidak mudah, tapi kami ingin kalian tahu, kalian tidak sendirian,” ucapnya dengan suara yang bergetar.
Bantuan disalurkan kepada para korban, termasuk tali asih untuk tujuh keluarga yang terdampak paling parah. Di sela pembagian bantuan, Rukun Sembiring menyampaikan pesan penuh haru, “Kami tidak bisa mengembalikan apa yang hilang, tapi kami berharap kehadiran kami bisa mengurangi sedikit beban kalian.”
Tangis Tengteng pecah saat menerima bantuan itu. “Terima kasih… bukan hanya untuk bantuannya, tapi karena kalian datang di saat kami merasa tak ada lagi yang peduli,” katanya terbata-bata. Kata-kata itu membuat banyak orang yang hadir ikut menitikkan air mata.
Pagi itu, seluruh warga dan anggota GRIB Sumut menggelar doa bersama menerangi kegelapan dan menghadirkan secercah harapan. Nama Roswita dan korban lainnya disebut dalam doa, memohonkan tempat terbaik di sisi Tuhan.
Kehadiran GRIB Sumut di Desa Mbelin bukan hanya tentang bantuan material, tetapi juga membawa pelukan hangat yang mampu menghapus air mata. Meski luka belum sepenuhnya sembuh, cinta dan solidaritas telah menguatkan mereka untuk melangkah lagi.
Di tengah duka mendalam, Batu Mbelin menemukan harapan, menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi bencana. "Semoga GRIB Jaya ke depan semakin bermartabat, berwibawa serta berguna bagi seluruh masyarakat".
(Red/Vona Tarigan )